
Krisis Politik Thailand Memuncak Akibat Bocoran Rekaman Telepon Perdana Menteri
22 Juni 2025 - dibaca 44 kaliSituasi politik di Thailand tengah berada di titik kritis setelah rekaman percakapan telepon antara Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, bocor ke publik. Percakapan yang awalnya bertujuan meredakan ketegangan di perbatasan, justru memicu gelombang kritik tajam, desakan mundur, dan potensi keruntuhan koalisi pemerintahan.
Rekaman berdurasi 9 menit itu diambil dari percakapan sepanjang 17 menit yang dilakukan pada 15 Juni 2025. Di dalamnya, PM Paetongtarn terdengar memanggil Hun Sen dengan sapaan akrab “paman” dan meminta agar mantan pemimpin Kamboja itu tidak terlalu menanggapi komentar militer Thailand. Pernyataan ini dianggap sebagian besar publik dan pengamat sebagai bentuk pelemahan terhadap posisi militer dan diplomasi nasional. Rekaman tersebut diunggah oleh Hun Sen sendiri ke media sosial dan langsung menyebar luas, memicu kemarahan publik serta kekhawatiran di kalangan elit politik Thailand.
Partai Bhumjaithai, salah satu partai utama dalam koalisi yang mengusung Paetongtarn, secara resmi menarik dukungan pada 18 Juni. Dengan mundurnya partai tersebut, koalisi pemerintahan kehilangan mayoritas stabil di parlemen dan berada di ambang keruntuhan. Sejumlah partai oposisi kini tengah menyiapkan mosi tidak percaya, sementara gelombang demonstrasi mulai bermunculan di berbagai kota. PM Paetongtarn telah menyampaikan permintaan maaf dalam konferensi pers yang digelar di Ubon Ratchathani, didampingi oleh sejumlah perwira tinggi militer. Ia menegaskan bahwa isi pembicaraan bersifat informal dan dimaksudkan untuk meredakan ketegangan diplomatik, bukan untuk melemahkan posisi militer Thailand. Namun bagi sebagian besar masyarakat dan elit politik, permintaan maaf tersebut dianggap tidak cukup. Desakan agar PM Paetongtarn mengundurkan diri atau membubarkan parlemen terus bergema.
Krisis ini terjadi dalam konteks sejarah politik Thailand yang sering kali diwarnai oleh ketegangan sipil dan campur tangan militer. Meskipun belum ada sinyal jelas akan adanya intervensi militer, sejumlah pengamat menilai bahwa situasi ini bisa dengan cepat berkembang menjadi krisis politik nasional yang lebih besar jika tidak segera diselesaikan.